Ferdinand SD
(Mahasiswa
Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang)
Thema hari lingkungan Hidup yang di keluarkan oleh United Nation Environment Programme (UNEP) di Tahun 2013
yaitu: “Eat, Think, Save (Ubah Perilaku dan Pola Konsumsi untuk selamatkan Lingkungan) tidak lain
mencoba membuka kesadaran masyarakat tentang perlunya mempertimbangkan dan
mempraktikan pemanfaatan bahan makanan dan sumber daya alam secara arif dan
bijaksana.
Konsumsi pangan yang berkelanjutan merupakan stressing thema hari lingkungan tahun
ini. Think before you eat and save the
environment, artinya persuasi untuk mengkonsumsi bahan pangan yang memang
dibutuhkan seperlunya, kuantitasnya dengan menghindari pembuangan bahan pangan
tersebut demi menjaga kelestarian lingkungan (Effendi, 2013).
Bagaimana dengan kita di Papua, apakah kita telah mengubah perilaku dan pola konsumsi
kita untuk menyelamatkan lingkungan?
Apakah kita telah melakukan penghematan-penghematan terhadap pemanfaatan sumber
daya alam yang ada? Apakah
pola konsumsi kita di Tanah
ini menunjukkan pola konsumsi yang berkelanjutan; tanpa
ada pemborosan terhadap pemanfaatan dan pemakaian sumberdaya alam, penggunaan air, lahan atau sumberdaya alam
lainnya?
Papua berbeda dengan provinsi lainnya yang ada di
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbeda dalam ketersediaan sumberdaya alam
(Stock) atau sumberdaya alam yang
telah dimanfaatkan (flow). Pola
pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat adat berbeda dengan masyarakat adat
lainnya di Indonesia. Keterikatan masyarakat adat terhadap sumberdaya alam
telah terstruktur dalam sistem
sosial maupun stratifikasi sosial yang ada.
Sistem
sosial di Papua telah terstruktur secara budaya. Dalam Sistem Sosial di Papua
terdapat sejumlah aktor-aktor
individual (Ondoafi, Kepala Suku) yang saling berinteraksi dalam situasi yang
mempunyai aspek lingkungan atau fisik, dan terstruktur secara kultural.
Parson (1951) mengatakan bahwa Sistem Sosial: Terdiri
dari sejumlah aktor-aktor
individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya
mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempunyai kecenderungan untuk “mengoptimalkan
kepuasan” yang hubungannya dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi
dalam term system symbol bersama yang
terstruktur secara cultural (Parson, 1951 halaman 5-6 dalam George
Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (edisi keenam), 2011 Halaman
124).
Interaksi antara aktor-aktor di Papua terlembaga dalam institusi atau kelembagaan adat yang hingga turun temurun
masih ada dan diakui. Collins (1975) mengatakan stratifikasi sosial
berupa institusi yang
menyentuh begitu banyak ciri kehidupan seperti kekayaan, politik, karier,
keluarga, klub, komunitas, dan gaya hidup (Collins 1975 halaman 49 George
Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern (edisi keenam), 2011 Halaman
161).
Kekayaan, politik, karier dan gaya hidup merupakan
arus globalisasi yang kita rasakan di Papua. Teori Globalisasi (Kellner 2002
halaman 287 dalam George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi
Modern (edisi keenam), 2011 Halaman 590). Globalisasi melibatkan pasar
kapitalis dan seperangkat relasi sosial dan aliran komoditas, kapital, teknologi, ide-ide, bentuk-bentuk
kultur, dan penduduk yang melewati batas-batas
nasional via jaringan masyarakat global transmutasi teknologi dan kapital bekerja sama menciptakan dunia baru yang menglobal dan
saling terhubung. Revolusi teknologi yang menghasilkan jaringan komunikasi komputer, transportasi dan pertukaran, merupakan pra anggapan (presupposition) dari ekonomi global,
bersama dengan perluasan dan sistem
pasar kapitalis dunia yang menarik lebih banyak area dunia dan ruang produksi
perdagangan dan konsumsi ke dalam orbitnya.
Adanya globalisasi yang merambah kedalam sendi-sendi
kehidupan menciptakan dinamika sosial yang signifikan. Secara empris dapat
dikatakan bahwa konflik sosial akibat pemanfaatan sumberdaya alam sering
terjadi di Papua. Banyak
kelompok-kelompok tertentu menikmati keuntungan dari ketersediaan sumberdaya
alam yang ada di Papua. Sebut saja kelompok investor dan kelompok masyarakat
adat sering terjadi konflik (Pemalangan) atau Kelompok pemerintah dan kelompok
adat dan bahkan antara kelompok investor dan kelompok pemerintah. Berdasarkan
Teori Struktural Konflik (P Jones Pengantar Teori-teori Sosial, 2010 Halaman
22) disebutkan bahwa Struktur social
terdiri dari kelompok-kelompok yang menikmati keuntungan yang tidak setera,
kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok ini dalam keadaan konflik satu
sama lain, karena ketidaksetaraan itu dihasilkan dari dominasi dan eksploitasi
kelompok yang beruntung terhadap kelompok yang kurang beruntung.
Dinamika konflik terus berlanjut dari tahun ke tahun.
Konflik lebih didasarkan oleh eksploitasi yang dilakukan olek kelompok tertentu
dengan dorongan ekonomi. Dalam Teori Determinisme Ekonomi yang sering menjadi kontraversi (Lee dan
Newby 1983 dalam PIP Jones Pengantar Teori-teori Sosial, 2010 Halaman 97)
disebutkan Bahwasannya semua perkembangan social, politik dan intelektual
disebabkan oleh perubahan ekonomi dan bahkan semua tindakan manusia dimoitivasi
oleh ekonomi.
Untuk itu agar perilaku dan pola konsumsi terhadap
sumberdaya alam di Papua dapat berkelanjutan maka dibutuhkan hal-hal sebagai
berikut:
1.
Tindakan pemanfaatan sumberdaya alam yang
berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat Papua tetap dipertahankan dengan
menjaga hubungan yang harmonis diantara individu-invidu yang berada dalam
system sosial. teori Tindakan (PIP Jones Pengantar Teori-teori Sosial, 2010
Halaman 30): Realitas social tidaklah factual, objektif, dan tegas. Realitas
hanya menjelma sesuai dengan apa yang dipikirkan pelaku yang terlibat dalam
interaksi adalah nyata, dan apa yang mereka pikirkan nyata menentukan tindakan
apa yang akan diambil. Oleh karena itu relaitas hampir dipastikan adalah kreasi
yang dinegosiasikan oleh individu-individu tertentu yang terlibat dalam
interaksi satu sama lain.
2.
System sosial yang selama ini ada dalam
kehidupan masyarakat Papua (Kearifan lingkungan masyarakat adat) yang pada
gilirannya membentuk aturan-aturan kebudayaan agar tetap dipertahankan. Suatu
system social bekerja seperti system organic. Masyarakat terbentuk dari
struktur-struktur aturan kebudayaan yakni keyakinan dan praktik yang sudah
mantap, selanjutnya terhadap keyakinan
dan praktik itu warga masyakat tunduk dan taat. (Teori Fungsional (Durkheim
1974 dalam PIP Jones Pengantar Teori-teori Sosial, 2010 Halaman 53):
3.
Mencegah adanya konsep-konsep pemikiran
kapitalis dalam pemanfaatan sumberdaya alam di Papua. Hal ini akan melemahkan
pola pikir masyarakat adat yang pada akhirnya akan menciptakan kehidupan
individualism dalam masyarakat adat. Dalam Teori Kritikal (Aliran Frankfurt)
(PIP Jones Pengantar Teori-teori Sosial,
2010 Halaman 102): Tiga ciri kebudayaan kapitalisme dalam fungsi khusus
intrumen ini adalah cara berpikir yang disebut berpikir instrumental, peranan
budaya massa atau popular dalam melemahkan proses berpikir warga masyarakat dan
membuat mereka tidak mampu menjadi kritis terhadap dunia serta menonjolnya tipe
kepribadian orang yang tidak hanya menerima dominasi tetapi juga secara aktif
menginginkannya.
4.
Hubungan sosial dalam kehidupan masyarakat tetap terjaga, agar
dalam pemanfaatan sumberdaya alam pengaruh invidual tidak melampaui pengaruh
kehidupan sosial. Seperti yang diungkapkan dalam Teori Materialisme Dialektika
(Karl Marx) (Prof. Dr. I.B. Wirawan, Teori-teori Sosial Dalam Tiga Paradigma
Fakta social, Definisi Sosial dan Perilaku Sosial, 2012 Halaman 9): Bukan
kesadaran manusia untuk menentukan keadaan social, melainkan sebaliknya keadaan
sosiallah yang menentukan kesadaran manusia.
Dengan demikian maka diharapkan perilaku dan pola konsumsi
terhadap sumberdaya alam di Papua tetap berkelanjutan, sampai dengan anak cucu
kita. Semoga.